Pages

Kamis, 27 November 2014

WISATA HUTAN KERA NEPA



WISATA HUTAN KERA NEPA
Obyek wisata Hutan Kera Nepa terletak di desa Nepa, Kecamatan. Banyuates dari pusat kota ke arah utara jurusan Sampang- Ketapang-Banyuates dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat sejauh + 50 km dan dilanjutkan dengan kendaraan bermotor sejauh 1 km untuk masuk ke hutan karena kondisi jalan masuk yang masih sempit.
Merupakan suatu keindahan tersendiri yang ditawarkan kawasan objek wisata Hutan Kera Nepa, wisatawan akan dituntun untuk melihat pemandangan alam sekitar pantai dan lautan lepas, melihat matahari terbit (sunrise), menyusuri sungai dan hutan cagar alam seluas 1 Ha dengan perahu nelayan untuk melihat pemandangan hutan mangroove dan melihat satwa kera pada habitatnya.
Keunikan lain yang bisa dilihat dan dibuktikan para wisatawan adalah perilaku kera dikawasan hutan yang jinak dan mereka merupakan kera pemakan jagung tua mentah, dihutan ini terdapat dua kelompok kera yang menempati dua bagian dari kawasan hutan yaitu sebelah utara dan selatan yang dibatasi dengan sebuah kayu yang dianggap sebagai tugu perbatasan, masing masing kelompok kera tidak akan mau menyebrangi/melewati daerah perbatasan tersebut kecuali ada kera yang sakit atau membutuhkan pertolongan untuk melahirkan. Terkait dengan mitos yang ada dari masyarakat sekitar, hutan ini merupakan tempat berpijaknya manusia pertama kali yang babat alas pulau madura bernama Bindoro Gong (pada abad XII-IX).
Bindoro Gong merupakan pendatang yang mendirikan kerajaan pertama kali di madura dan mewariskan kerajaannya kepada putranya bernama Raden Segoro (yang dimakamkan di tengah hutan dengan penanda/ nisan berupa kayu pohon) karena Raden Segoro tidak mempunyai ahli waris maka sebelum meninggal dia menunjuk seorang pemimpin untuk menggantikannya. Karena merasa tidak puas dengan pemimpin yang baru maka kedua kelompok rakyat pun sering bertikai, Raden Praseno bersedih melihat hal ini dan akhirnya beliau membagi wilayah tersebut menjadi dua bagian,
Tapi dasar sifat manuasia yang selalu kurang puas dengan apa yang didapatkannya mereka masih sering bertikai antara kelompok satu dengan yang lainya dan pada akhirnya membuat dewata marah dan mengutuk mereka menjadi monyet dan memberi penanda diantara batas wilayah tersebut dengan patok kayu (pohon) dan barang siapa melanggar batas kayu tersebut akan mendapat kutukan bertubi tubi kecuali yang melanggar untuk saling memberi pertolongan dan pengobatan (kera yang sakit dan akan melahirkan).

0 komentar:

Posting Komentar