Konon
dalam ungkapan cerita para sesepuh yang sudah merakyat bahwa Sultan R. Abd. Kadirun
selain terkenal sebagai Sultan yang digdaya, juga dikenal sebagai Sultan yang
soleh dan alim dalam ilmu agama.
Pembangunan Masjid Agung Kota Bangkalan merupakan hal yang
tidak terpisahkan dengan sejarah awal perpindahan pusat pemerintahan kerajaan
di Madura,
karena sejak ditangkapnya dan dibuangnya Pangeran Tjakraadiningrat ke IV
(memerintah tahun 1718 sampai dengan 1745) yang disebut Sidingkap (asal kata
Sido-Ing-Kaap) oleh Belanda (Kaap de Goede Hoop/Afrika), yang semula didesa
Sembilangan dipindahkan ke Desa Kraton Bangkalan (tahun 1717) dengan diawali 3
bangunan utama yang terdiri dari :
- Bangunan Kraton (sebolah timer)
- Bangunan Paseban (di tengah)
- Bangunan tempat ibadah/masjid (sebelah barat)
Adapun penggantinya adalah Pangeran Adipati Setjoadiningrat
dengan gelar Panembahan Tjakraadiningrat Ke V yang
kemudian setelah watat disebut Pangeran Sidomukti (asal kata Sido-ing-mukti)
yang memerintah tahun 1745 sampai 1770 dan dikebumikan di Aermata, Arosbaya.
Pada masa pemerintahannya (tahun 1774) Kraton dipindahkan ke Bangkalan.
Pangeran Sidomukti mempunyai putra R. Abd. Djamil, menjadi
Bupati Sedayu dengan gelar R. Tumenggung Ario Suroadiningrat dan wafat
mendahului Pangeran Sidomukti dengan meninggalkan istri yang sedang hamil 7
bulan dan setelah lahir diberi nama R. Tumenggung Mangkuadiningrat dan bergelar
Tjakraadiningrat VI (PanembahanTengah) wafat tahun 1780 dimakamkan di Aermata,
Arosbaya.
Setelah Tjakraadiningrat VI wafat diganti Saudara ayahnya
yang bernama R. Abdurrahman atau R. Tawangalun alias R. Tumenggung Ario
Suroadiningrat atau Panembahan Adipati Tjakraadiningrat VII (memerintah tahun
1780 sarnpai dengan 1815) yang kemudian dikenal sebagai Sultan Bangkalan I.
Masjid waktu itu masih khusus untuk keluarga kraton.
Mulai Tjakraadiningrat ke VII pemerintahan berupa kesultanan
dan penggantinya Sultan R. Abd. Kadirun (Sultan Bangkalan ke II) memerintah
tahun 1847. Dalam kurun pemerintahan Sultan R. Abd. Kadirun, tepatnya pada hari
Jum’at Kliwon tanggal 14 Jumadil Akhir 1234 H atau 10 April 1819 M sesudah
Sholat Jum’at, tiang agung dipancangkan (pemugaran yan pertama) dengan ukuran
30 m x 30 m, dan waktu itu diresmikan sebagai wakaf/dijadikan Masjid Umum
(Jami).
Para sesepuh Bangkalan menyatakan bahwa Masjid Jami’ Kota
Bangkalan dibina oleh Panembahan Sidomukti dan diwakafkan oleh Sultan R. Abd.
Kadirun yang wafat pada tanggal 11 safar 1236 H (tahun 1847) dimakamkan di
kompleks tanah Masjid/dibelakang Masjid yang disebut Cungkup. Sedang tulisan
(kaligrafi) yang tertera disekeliling Masjid ditulis oleh R. Moh. Zaid yang
kemudian diberi gelar Raden
Mas Kayadji.
Pemugaran Masjid Agung Bangkalan
Dalam
pemugaran Masjid Jami’ tersebut berkembang cerita bahwa sewaktu Sultan berkenan
hendak meluaskan dan membangun Masjid yang agung dan berwibawa, beliau
memerintahkan untuk mencari kayu jati 4 batang yang besar dan tingginya sama
untuk tiang agung dan ternyata hanya memperoleh 3 batang, sedang yang satu
batang besarnya sama namun tingginya kurang dan kurang lurus, sedang waktu
untuk mencari sudah tidak ada lagi.
Dalam
keadaan yang demikian, maka tampillah seorang Ulama yang bernama K. Nalaguna
(makamnya dikampung Barat Tambak Desa Pejagan Bangkalan) yang kemudian dikenal
sebagai Empu Bajraguna (ahli membuat senjata/keris) yang bersedia untuk
mengusahakan agar kayu tersebut dimandikan dan dibungkus dengan kain putih dan dikirap
keliling kota, dan setelah dikirap kain pembungkusnya dibuka, ternyata berkat
karomah Ulama tersebut kayu itu sama tinggi dan besarnya, sehingga tepat pada
waktu yang telah ditentukan. Kayu tersebut dipancangkan disebelah muka bagian
utara yang kemudian tiang tersebut diambil dari Arosbaya tanpa menggunakan alat
pengangkut (transport), cukup dengan gotong royong masyarakat dengan cara
sambung menyambung (bahasa madura Lorsolor).
Terhitung
tanggal 1 Nopember 1885 status pemerintahan berubah menjadi Kadipaten, dan
Bupati yang pertama adalah R. Moh. Hasyim dengan gelar Pangeran Suryonegoro.
Adalah atas prakarsanya pada tahun 1899-1900 Masjid dipugar yang II bagian
atap, penutupan kolam dimuka yang bentuknya disesuaikan dengan kondisi waktu
itu termasuktatanan bangunan sekitarnya (sebelah Selatan di bangun rumah
Penghulu dan sebelah Utara rumah Hoofd Penghulu). Dalam pemugaran yang ke II
ini sempat ada korban yaitu arsiteknya (orang Tionghoa) meninggal disambar
petir diatas Masjid.
Tahun
1950 akibat adanya gempa bumi Masjid mengalami rusak berat terutama bagian muka
(serambi) dan dipugar ke III oleh Bupati Sis Tjakraningrat.
Kemudian
mulai tahun 1965 karena Masjid tersebut sudah tidak bisa menampung jemaahnya,
terutama pada waktu sholat Jum’at dan sholat led, mulai timbal rencana
perluasan dan dibentuklah Panitia yang terdiri dari beberapa unsur organisasi
massa dengan nama Panitia Besar Pembangunan Masjid Jami’ Kota Bangkalan. Namun
Panitia tersebut sampai beberapa lama tidak menampakkan ujud hasilnya.
Sewaktu
kepemimpinan Bupati HJ. Sujaki diambil kebijaksanaan, Panitia tersebut dirombak
dengan susunan Panitia ini secara Instansional terkait dengan nama Panitia
Pembangunan/Perluasan Masjid Jami’ Kota Bangkalan (SK Bupati KDH Tingkat II
Bangkalan). Menjelang akhir kepemimpinan HJ. Sujaki, Rencana Gambar selesai
yang didesign oleh ITS Surabaya.
Hari
Jum’at sesudah sholat tanggal 16 Syahban 1401 H atau tanggal 19 Juni 1981 atas
kebijaksanaan PJ. Bupati Soelarto, Pembangunan/Perluasan Masjid terus dimulai
dan dilaksanakan dengan sistem bertahap (dibagi 5 tahapan).
Kemudian
dalam kepemimpinan Bupati Drs. Soemarwoto, mengingat pemasukan dana yang lamban
dan juga adanya kondisi tanah dan lingkungan pembuangan air sekitarnya, maka
gambar (design) direvisi vaitu : Tempat wudlu yang semula dibawah lantai
dipindah ke samping dengan bangunan tersendiri, dengan pertimbangan pembuangan
air sulit tersalurkan karena kenyataannya selokan pembuangan lebih tinggi dari
tempat wudlu tersebut.
Bagian
muka yang seluruhnya berlantai dua (kelder) untuk menghemat biaya hanya samping
kanan – kiri yang berlantai dua, sedang di tengah dibangun joglo.
Demikian
juga setelah awal kepemimpinan Bupati Abd. Kadir melanjutkan menyelesaikan
tahapan ke IV dan pada hari Jum’at 12 Jumadil Akhir 1409 H tanggal 20 Januari
1989 memulai pekerjaan tahap ke V dengan mengerjakan Wing sebelah Selatan atau
kanan.
Dalam
pengumpulan dana juga mengalami hal yang sama sehingga pekerjaan
tersendat-sendat dan akhirnya dicari terobosan dengan memberikan mandat penuh kepada
Drs. H. Hoesein Soeropranoto/ketua kehormatan Yayasan Ta’mirul Masjid Jami’
Kota Bangkalan ini (sesuai dengan keputusan Rapat antar Bupati, Panitia
Pembangunan dan Yayasan Ta’mirul Masjid tanggal 12 Agustus 1990 di kantor PT.
Imaco Surabaya/PT. Rajawali Nusantara Indonesia).
Selanjutnya
gambar “maket” dari pemugaran Masjid tersebut disyahkan oleh Bupati Bangkalan
(Abd. Kadir) para Ulama yang diwakili oleh Ketua Yayasan (KH. Loethfi Madani)
sesepuh masyarakat Bangkalan (R. Pd. Muhammad Noer dan RP. Mahmoed
Sosrodiputro) dan Badan Pelaksana Yayasan Pendidikan Kyai Lemah Duwur MKGR
Bangkalan, Drs. Marie Muhammad dan Drs. H. Hoesein Soeropranoto. Sedang
pekerjaan pemugaran mulai dilaksanakan tanggal 28 Oktober 1990 dan dapat
diselesaikan ddlam waktu 2 bulan lebih cepat dari yang direncanakan selama 9
bulan.
Seiring
berputarnya waktu, sampai pada Pemerintahan Bupati RKH. Fuad Amin, Masjid Agung
direhab lagi, setelah dua menara kembar selesai dibangun, baru-baru ini fisik
dari Masjid Agung direhab baik interior maupun Bangunan Masjid Agung karena
kayu-kayu diatas / kubah sudah mengkhawatirkan sehingga perlu diganti, tetapi
semuanya tidak mengurangi nilai keaslian dari Masjid itu sendiri.
Makna
dari pemugaran ini adalah untuk melestarikan bangunan bersejarah dan merupakan
partisipasi nyata dari generasi penerus yang mempunyai rasa tangung jawab
didalam pemenuhan kebutuhan masyarakat muslim yang menganggap Masjid Agung
Bangkalan sebagai kebanggaan dan pusat orientasi kota yang warganya mayoritas
muslim.
0 komentar:
Posting Komentar